Rabu, 01 Maret 2017

RENSTRA BADAN LITBANG KEMENDAGRI 2015-2019

Rencana Strategis (Renstra) Badan Penelitian dan Pengembangan Tahun 2015-2019 disusun dengan memperhatikan:
  1. Arah kebijakan pembangunan nasional sebagaimana Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Dalam Negeri Tahun 2015-2019, 
  2. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (RPJPN) 2005-2025, 
  3. Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, 
  4. Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri.
Renstra ini memuat visi dan misi Badan Litbang beserta tujuan, dan sasaran strategis, serta penjabarannya ke dalam arah kebijakan rencana program, kegiatan, dan indikasi alokasi pendanaannya sampai 5 (lima) tahun kedepan. Hal ini diarahkan guna mengoptimalkan kinerja Badan Litbang dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan hasil-hasil kelitbangan. 

Renstra Badan Litbang Kemendagri diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh unit kerja lingkup Badan Litbang dalam melaksanakan tugas secara berkelanjutan dan sistematis utamanya dalam perencanaan dan pelaksanaan program, kegiatan, dan anggaran untuk mewujudkan Badan Litbang sebagai Poros Penghasil Kebijakan Pemerintahan Dalam Negeri melalui Hasil Kelitbangan yang Inovatif. Untuk itu, komitmen dari segenap personil Badan Litbang dan para pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk mencapai target kinerja dan menjawab harapan publik yang semakin besar di masa mendatang.

Rabu, 24 Desember 2008

MEMBANGUN KEMITRAAN PENELITIAN


Ada kabar yang cukup memberikan "angin segar" bagi para Peneliti dan juga para dosen perguruan tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI) DEPDIKNAS, sebagai Pengguna Anggaran program yang bersumber dari APBN Tahun 2009, sedang mempersiapkan pelaksanaan sejumlah kegiatan: pembinaan, peningkatan kapasitas keilmuan, serta pengembangan, penerapan, inovasi dan alih teknologi melalui kegiatan penelitian yang diorientasikan bagi seluruh peneliti dan dosen, termasuk diantaranya peningkatan SDM Dosen dan Peneliti, serta fasilitasi/insentif bagi penyelenggaraan jurnal-jurnal ilmiah. Anggaran dimaksud merupakan bagian 20% dari alokasi anggaran pendidikan yang ditargetkan oleh Pemerintah.

Konsep pelaksanaan kegiatan itu sendiri sedang dibahas bersama dengan seluruh Badan Litbang Departemen/LPND dengan difasilitasi oleh BAPPENAS dan Kementerian Riset dan Teknologi. Keberadaan Badan Litbang Departemen/LPND diarahkan dalam rangka penajaman (prioritas) substansi kegiatan penelitian sesuai bidang tugasnya, yang pelaksanaannya dilakukan oleh para fungsional peneliti pada departemen/LPND yang bersangkutan atau dapat dikerjasamakan dengan Perguruan Tinggi tertentu.

Sehubungan dengan aspek substansi dimaksud, kegiatan-kegiatan penelitian yang dilakukan dapat berorientasi pada substansi hard sciences (menghasilkan suatu penemuan atau pemutakhiran teknologi, berbentuk produk/barang) atau substansi soft sciences (menghasilkan saran tindak atau kebijakan untuk suatu manfaat tertentu, berbentuk dokumen/buku).

Sebagai perwakilan dari Badan Litbang Depdagri, beberapa hal yang menjadi catatan kami dalam 2 (dua) kali Round Table Meeting (RTM) di BAPPENAS yang dihadiri langsung oleh Bapak Dr. Fasli Jalal, PhD., serta para petinggi Badan Litbang Departemen/LPND, pembahasan tentang pelaksanaan kegiatan dimaksud sudah semakin mengerucut pada pembicaraan tentang mekanisme dan pola penyelenggaraan kegiatan. Dalam kenyataannya memang agak sedikit ‘alot’, karena selain bersifat lintas sektor dan lintas pemanfaatan anggaran, tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan ini juga harus berhadapan dengan sejumlah peraturan terkait pelaksanaan anggaran dan pengadaan barang/jasa, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Menghadapi kondisi tersebut, telah direncanakan untuk adanya pertemuan lebih lanjut dengan melibatkan pihak-pihak terkait dari Departemen Keuangan dan BAPPENAS. Apapun permasalahannya, sesuai pernyataan Dirjen DIKTI, telah ditargetkan untuk dimulainya kegiatan tersebut per 1 April 2009, sebab kesiapan anggarannya sudah sangat jelas, tinggal persoalan mekanisme dan prosedur pelaksanaannya saja.

Dari pihak Badan Litbang Depdagri sendiri telah menawarkan untuk adanya pertemuan dengan pihak Ditjen DIKTI untuk membahas lingkup pelaksanaan kegiatan penelitian kelompok soft sciences. Hal ini dengan memperhatikan fokus kegiatan Badan Litbang Depdagri yang berorientasi pada penelitian bidang pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah. Disisi lain, keberadaan BALITBANGDA yang tersebar di sejumlah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), serta para peneliti di Daerah yang menjadi salah satu prioritas Depdagri dalam rangka peningkatan kualitas kebijakan di daerah. Menanggapi tawaran tersebut, Dirjen DIKTI memberikan penawaran untuk melakukan tele-conference dengan pihak-pihak yang berkompeten di daerah untuk melakukan komunikasi awal dalam pelaksanaan kegiatan. Lebih lanjut diharapkan agar keberadaan Balitbangda ini dapat menjembatani kelancaran pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut.

Sebagaimana dibahas dalam:
RTF I (tgl. 18 Des 2008) dan RTF II (tgl. 24 Des 2008)
bertempat di Ruang Rapat SS1 dan SS2 BAPPENAS

Jumat, 12 Desember 2008

LOKAKARYAPEMBERDAYAAN PERAN DAN FUNGSI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH


A. LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan merupakan salah satu aspek strategis dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan, baik secara langsung melalui berbagai penemuan dan pemutakhiran teknologi (hard sciences), maupun melalui keluaran-keluaran yang bersifat saran tindak dalam pengambilan kebijakan (soft sciences).

Memahami langkah-langkah peningkatan akselerasi pembangunan di era otonomi daerah saat ini, penetapan kebijakan oleh daerah harus dilakukan secara cermat, yang didasarkan pada: kondisi dan potensi lokal, keterkaitan dan pengaruh lingkungan strategis, serta memiliki prediksi yang akurat terhadap arah pembangunan daerah dalam jangka panjang. Sehubungan dengan hal tersebut, peran dan fungsi penelitian dan pengembangan sangat diperlukan untuk mendukung Pemerintah Daerah dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan dimaksud.

Atas dasar ini, Pemerintah terus mendorong upaya-upaya peningkatan peran dan fungsi penelitian dan pengembangan, khususnya dalam rangka mendorong dan mem-fasilitasi pembentukan institusi penelitian dan pengembangan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang dikenal dengan sebutan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda).

Langkah-langkah pemberdayaan/fasilitasi dimaksud dibarengi dengan penetapan peraturan/kebijakan pendukung sebagai landasan hukum pembentukan kelembagaan dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, sampai pada sosialisasi peran dan fungsinya baik di Pusat maupun Daerah. Beberapa perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, termasuk dasar pembentukan kelembagaan Litbang di Daerah antara lain:

a. UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan IPTEK.

b. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

c. PP Nomor 79 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerin tahan Daerah.

d. PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

e. Permendagri No. 33 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

f. Surat Edaran Mendagri Nomor 061/2721/SJ Tanggal 12 November 2007 Perihal Balitbangda Dalam Organisasi Pemerintahan Daerah.

Sampai akhir November 2008, jumlah Balitbangda (atau dengan nama/nomenklatur lain) yang telah terbentuk/masih eksis tercatat masing-masing pada 23 Provinsi, 36 Kabupaten dan 6 Kota. Sedangkan pada 10 (sepuluh) Provinsi dan sebagian besar kabupaten dan kota lainnya, fungsi penelitian dan pengembangan masih melekat pada institusi Bappeda.

Sejalan dengan itu, dan untuk mendukung langkah-langkah pemberdayaan tersebut, Pemerintah terus mendorong dan mem-fasilitasi peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Pejabat Fungsional Peneliti, baik melalui kegiatan-kegiatan: bintek/ workshop SDM kelitbangan, maupun sosialisasi dan asistensi terkait sistem rekruitmen, serta keberadaan peran dan fungsi Peneliti. Dari aspek program dan anggaran, telah dilakukan kegiatan-kegiatan fasilitasi, kerjasama, dan koordinasi dalam rangka sinergitas dan peningkatan kualitas program/kegiatan, termasuk dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kapasitas anggaran penelitian dan pengembangan di daerah.

Namun demikian, berbagai upaya pemberdayaan peran dan fungsi kelembagaan penelitian dan pengembangan tersebut perlu dibarengi dengan keseriusan dari segenap jajaran Pemerintahan Daerah untuk secara bersama mendorong, memberdayakan, serta memanfaatkan keberadaan dan fungsi penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Salah satu aspek penting yang diyakini mampu mendorong pemberdayaan penelitian dan pengembangan di daerah adalah adanya dukungan politis dan keinginan yang kuat dari jajaran pemerintahan daerah untuk menempatkan kelembagaan Litbang sebagai lembaga strategis yang harus selalu berada di lini terdepan dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. Kata kunci untuk itu adalah dengan memperkuat aspek SDM pada lembaga litbang daerah (Balitbangda) melalui distribusi aparatur yang concern dan memahami persoalan kelitbangan, serta mendorong lahirnya peneliti-peneliti yang kritis dan berkualitas.

Mencermati berbagai permasalahan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan tersebut, Badan Litbang Depdagri akan menyelenggarakan Lokakarya Pemberdayaan Peran dan Fungsi Penelitian dan Pengembangan Daerah, yang akan melibatkan stakeholders terkait di tingkat Pusat dan Pemerintahan Daerah.


B. TUJUAN DAN SASARAN

1. Tujuan:

Membahas permasalahan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan di daerah ditinjau dari perspektif peran dan fungsi kelembagaan dan SDM penelitian dan pengembangan daerah.

2. Sasaran:

a. Terinventarisasinya permasalahan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan daerah;
b. Tersedianya input dalam penyiapan kebijakan dan program strategis pemberdayaan peran dan fungsi kelembagaan penelitian dan pengembangan daerah.


C. LINGKUP BAHASAN

Beberapa hal yang menjadi substansi bahasan Lokakarya Pemberdayaan Peran dan Fungsi Penelitian dan Pengembangan Daerah ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Daerah ditinjau dari aspek kebijakan pembentukan, serta permasalahan yang dihadapi.

2. Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan, ditinjau dari aspek kebijakan penyelenggaraan, implementasi program dan anggaran, serta dampak/manfaat yang diberikan.


D. MATERI DAN NARASUMBER

Sehubungan dengan lingkup bahasan di atas, Lokakarya ini akan menyajikan materi dengan narasumber sebagai berikut:

SESI I :

1. Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri, dengan topik: “Kondisi dan Permasalahan Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan di Indonesia”.

2. Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan topik: “Refleksi Pembentukan Kelembagaan Litbang Daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara”.

SESI II :

3. Kepala Biro Organisasi DEPDAGRI, dengan topik: “Pembentukan Balitbangda Dalam Perspektif PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah”.

4. Deputi SDM Aparatur Kantor Meneg-PAN, dengan topik: “Pemberdayaan Kelembagaan Litbang Daerah Dalam Kaitannya Dengan Formasi SDM Aparatur Pemda”.

5. Kepala Biro Kepegawaian DEPDAGRI, dengan topik: “Keberadaan Jabatan Fungsional Peneliti dan Prediksi Kebutuhan SDM Peneliti yang Secara Ideal Mendukung Fungsi Penelitian dan Pengembangan Daerah”.


E. PELAKSANAAN

Lokakarya Pemberdayaan Peran dan Fungsi Penelitian dan Pengembangan Daerah akan dilaksanakan pada tanggal 3 s.d. 5 Desember 2008, bertempat di Hotel Acacia, Jl. Kramat Raya Nomor 81 – Jakarta Pusat.


F. PESERTA

Acara ini akan melibatkan peserta, baik dari Pusat maupun Daerah sebagai berikut:

1. Peserta Pusat: Badan Litbang Depdagri; Rektor IPDN Depdagri; Kepala Badan Litbang Departemen/non-Departemen; Deputi SDM Kantor Meneg Pemberdayaan Aparatur Negara; Kantor Meneg Riset dan Teknologi; LIPI; Badan Kepegawaian Negara (BKN); Kepala Biro Organisasi Depdagri; Kepala Biro Kepegawaian Depdagri.

2. Peserta Daerah: DPRD Provinsi; Badan Litbang Provinsi (Perwakilan FKPPD); Kepala Biro Organisasi Provinsi.


G. HASIL RUMUSAN LOKAKARYA

Peran dan fungsi penelitian dan pengembangan di Daerah diperlukan dalam rangka:
a. meningkatkan kualitas kebijakan Pemerintah Daerah;
b. mendorong percepatan pembangunan daerah yang berbasis potensi lokal.

Dengan pertimbangan peran dan fungsi strategis penelitian dan pengembangan di Daerah, perlu langkah-langkah pembenahan dan pemberdayaan sebagai berikut:

1. Aspek Kelembagaan

a. Bentuk organisasi Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) adalah berbasis “organisasi fungsional”.

b .Peran dan fungsi Balitbangda diperlukan untuk:
- menjalankan tugas dan fungsi penelitian dan pengembangan di Daerah;
- mengkoordinasikan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan di Daerah;
- mewujudkan SDM Peneliti Daerah yang profesional dan berkualitas.

2. Aspek SDM

a. Rasio formasi Jabatan Fungsional didasarkan pada beban kegiatan dan kebutuhan di masing-masing daerah. Untuk itu diperlukan rekruitmen jabatan fungsional peneliti mulai dari CPNS;

b. Rekruitmen jabatan fungsional peneliti ditempatkan pada Balitbangda, sesuai dengan Surat Keputusan Pengangkatan PNS yang bersangkutan. Hal ini untuk mewujudkan pola karir yang jelas bagi pejabat peneliti sesuai dengan kompetensinya;

c. Perlu konsistensi pelaksanaan kebijakan pembinaan tenaga fungsional peneliti dari Menteri Dalam Negeri dan Instansi Pembina (LIPI);

d. Pejabat peneliti dapat merangkap jabatan struktural di lingkungan Balitbangda sesuai PERPRES No. 24 Tahun 2007.


Dalam rangka pemberdayaan di atas, perlu dilakukan:

a. Evaluasi secara menyeluruh kelembagaan dan SDM institusi litbang di daerah sebagai implementasi dari PP No. 41 Tahun 2007;

b. Pembinaan oleh Pemerintah dalam rangka pemberdayaan peran dan fungsi penelitian dan pengembangan di Daerah, antara lain dalam bentuk:
- dukungan kebijakan;
- kegiatan-kegiatan sosialisasi, fasilitasi, bimbingan teknis dan sejenisnya;
- program-program kerjasama penelitian; serta
- penyebarluasan hasil penelitian melalui website di masing-masing lembaga litbang.

c. “Political will” dari Pemerintahan Daerah agar mengedepankan fungsi penelitian dan pengembangan yang diwadahi dalam lembaga tersendiri.


H. SEKRETARIAT

Sekretariat Panitia Penyelenggara:

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
Cq. BAGIAN PERENCANAAN

Jl. Kramat Raya No. 132 – Jakarta Pusat

PENGUATAN PERAN LITBANG DAERAH (SLIDE)




Minggu, 13 Juli 2008

REVITALISASI e-GOVERNMENT PADA DEPDAGRI (dan PEMDA)


A.PENDAHULUAN

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan komputer dengan komputer lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.

Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran.

Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, yang dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e, seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e-edicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika. Oleh karenanya di dalam arus gencarnya globalisasi, demokratisasi dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (ICT), kita tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan penerapan ICT untuk meningkatkan layanan pemerintah kepada warganya. Dengan perubahan lingkungan strategis dan kemajuan teknologi tersebut mendorong aparatur pemerintah untuk mengantisipasi paradigma baru dengan upaya peningkatan kinerja birokrasi serta perbaikan pelayanan menuju terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Salah satu sarana peningkatan layanan tersebut adalah electronic government (e-government).

Hal terpenting yang harus dicermati adalah sektor pemerintah merupakan pendorong serta fasilitator dalam keberhasilan berbagai kegiatan pembangunan. Oleh karena itu keberhasilan pembangunan harus didukung oleh kecepatan arus data dan informasi antar instansi agar terjadi keterpaduan sistem antara pemerintah dengan pihak penggunan lainnya. Upaya percepatan penerapan e- Government, masih menemui kendala karena saat ini belum semua daerah menyelenggarakannya. Apalagi masih ada anggapan e-Government hanya membuat web site saja dan sosialisasinya tidak terlaksana dengan optimal.

Namun dengan telah diresmikannya pembentukan Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nsional dalam pertengahan November 2006 baru-baru ini, diharapkan pembangunan sistem informasi pemerintahan terpadu ini akan dapat dipercepat realisasinya. Kendati demikian yang terpenting adalah menghapus ”opini salah” yang menganggap penerapan e-Government ini sebagai sebuah proyek, padahal merupakan sebuah sistem yang akan memadukan subsistem yang tersebar di seluruh daerah dan departemen.

Di Departemen Dalam Negeri serta banyak Pemda saat ini telah mempunyai situs web (www........... .go.id), Meskipun demikian, pemikiran pengembangan e–government untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparansi, peduli pada stakeholders, berorientasi pada konsensus, kesetaraan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta visi strategis), hendaknya difokuskan pada beberapa hal penting, yaitu:
(1) kesesuaian visi dan strategi pengembangan e -government dengan visi dan strategi pengembangan daerah yang bersangkutan,
(2) tahapan pengembangan e -government di pemda yang bersangkutan, dan
(3) persiapan persyaratan keberhasilan e-government di pemda tersebut.

Sejalan dengan maksud tersebut, perlu difahami “apa dan mengapa tentang e-government” dan dilengkapi dengan materi tentang ”ide-ide atau pemikiran penerapan e-government dalam pemerintahan dalam negeri/pemerintahan daerah untuk penyelenggaraan tugas-tugas pelayanan publik, perlindungan hak-hak sipil, pembangunan serta penyelenggaraan kebijakan yang efektif dalam rangka otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab”.

B. PEMAHAMAN E-GOVERNMENT

B.1. Definisi E-Government :


Banyak ditemui variasi definisi e-government, tapi definisi-definisi tersebut kurang lebih sama. E-Government berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi (seperti:wide area network, internet, dan komunikasi bergerak) oleh lembaga pemerintah yang mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan hubungan Pemerintah dengan warganya, pelaku dunia usaha (bisnis), dan lembaga pemerintah lainnya. Teknologi ini dapat mempunyai tujuan yang beragam, antara lain: pemberian layanan pemerintahan yang lebih baik kepada warganya, peningkatan interaksi dengan dunia usaha dan industri, pemberdayaan masyarakat melalui akses informasi, atau manajemen pemerintahan yang lebih efisien. Hasil yang diharapkan dapat berupa pengurangan korupsi, peningkatan transparansi, peningkatan kenyamanan, pertambahan pendapatan dan/atau pengurangan biaya. (Sumber: Situs Web Bank Dunia, Juni 2002).
E-government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan, seperti menggunakan intranet dan internet, yang mempunyai kemampuan menghubungkan keperluan penduduk, bisnis, dan kegiatan lainnya. Bisa merupakan suatu proses transaksi bisnis antara publik dengan pemerintah melalui sistem otomasi dan jaringan internet, lebih umum lagi dikenal sebagai world wide web.

Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Governmet to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to Government).

E-Government bertujuan untuk meningkatkan interaksi antar pelaku. E-Government diartikan sebagai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas layanan pemerintahan. Alat tujuan obyek Business to business (B2B): transaksi antar bisnis lebih efisien. Business to Customers (B2C): terasa lebih dekat. Government to Customers (G2C). Government to Business (G2B). Antar lembaga pemerintah/Government to Government (G2G) G2C, G2B, G2G lebih akrab, nyaman, transparan, dan murah. Antar warga masyarakat (C2C).

B.2. Manfaat e-government yang dapat dirasakan, antara lain:

(1) Pelayanan (”services”) yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.

(2) Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari semua pihak.

(3) Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolah: jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya, dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya.

(4) Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui e-mail atau bahkan video conference. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam saja.

Tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang baik sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Salah satu solusi yang diperlukan adalah keterpaduan sistem penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan sistem informasi on- line antar instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk mengakses seluruh data dan informasi terutama yang berhubungan dengan pelayanan publik.

Disamping cara interaksi tradisional, e-government memberi kemudahan bagi warga dan dunia usaha untuk mengakses layanan pemerintah. Dalam hal ini, terdapat beberapa macam cara atau alur interaksi dari pengguna layanan ke pemberi layanan (Pemerintah).

B.3. Kiat-kiat menuju E-Government yang Unggul :

Agar kita dapat berhasil dan unggul dalam penerapan e-government, maka perlu kita simak nasehat dalam publikasi the Harvard Policy Group (2000). Menurut nasehat tersebut, kita perlu melakukan 8 (delapan) hal, yaitu:

1.Fokuskan pada cara teknologi informasi dapat mengarahkan bentuk kegiatan dan strategi dalam sektor publik.

2.Gunakan teknologi informasi bagi inovasi strategis, bukan hanya otomasi kegiatan taktis.

3.Manfaatkan pengalaman-pengalaman terbaik (best practices) dalam menerapkan inisiatif pemanfaatan teknologi informasi. Contoh best practices antara lain: di Australia , di Singapura , di AS yang ditangani swasta dan .

4.Tingkatkan anggaran dan pendanaan bagi inisiatif pemanfaatan teknologi informasi yang menjanjikan (mempunyai harapan keberhasilan).

5.Lindungi privasi dan sekuriti.

6.Bentuk dan kembangkan kerjasama berkaitan dengan teknologi informasi untuk mendorong pembangunan ekonomi.

7.Gunakan teknologi informasi untuk mempromosikan keadilan dalam peluang kerja dan kesejahteraan masyarakat.

8.Persiapkan diri terhadap berkembangnya demokrasi digital (demokrasi dalam era digital).
Tindakan ke 1 sampai 4 mendukung transisi ke layanan elektronis, sedangkan tindakan ke 5 sampai 8 akan menjawab tantangan yang sedang timbul dalam kepemerintahan.
Melengkapi kiat-kiat di atas, menurut Accenture (2001: 8-9), ada 5 (lima) karaktaristik e-government yang unggul, yaitu:

(1) Visi dan Implementasi: mempunyai visi sejak awal dan mekanisme implementasi yang baik/tepat.

(2) Berorientasi ke Pengguna/Warga masyarakat: pada umumnya, di awal pengembangan e-government, informasi yang dipublikasikan disusun dan diorganisasikan dengan mempertimbangkan cara pemerintah bekerja dan memberikan layanan secara fisik. Pada e-government yang unggul, layanan kepada publik atau warga masyarakat dirancang dengan mempertimbangkan kemauan dan cara berpikir masyarakat umum, bukan berdasar cara kerja lembaga-lembaga pemerintah. Dalam berkomunikasi dengan Pemerintah lewat e-government, masyarakat tidak perlu tahu struktur organisasi dan tata laksana pemerintah. Misal: untuk aplikasi IMB, cukup diklik tombol aplikasi, yang juga untuk layanan aplikasi-aplikasi lainnya (tidak perlu tahu instansi yang mengurusinya lalu mengklik tombol instansi tersebut).

(3) Menggunakan Manajemen Hubungan Masyarakat (Customer Relationship Management/ CRM): Humas pemerintahan bergeser fungsinya bagaikan humas dalam perusahaan jasa, dengan menggunakan teknik-teknik manajemen informasi pengguna jasa, pemasaran, meminimalkan duplikasi pengumpulan informasi dan pembuatan profil perilaku pengguna jasa dalam rangka memprediksi kebutuhan di masa depan.

(4) Volume dan Kompleksitas/kerumitan: mampu menangani volume informasi yang besar dengan kompleksitas tinggi (tapi masih nyaman dan nampak sederhana atau tidak rumit bagi pengguna).

(5) Penggunaan Portal sebagai satu pintu masuk: memudahkan bagi pengguna/warga masyarakat dengan tidak perlu mengunjungi situs tiap instansi, cukup satu situs sebagai pintu masuk (portal) untuik mendapatkan semua layanan yang diperlukan. Contoh: e-Citizen Portal Layanan dari Pemerintah Singapura untuk warganya (www.ecitizen.gov.sg).

Lebih lanjut Accenture (2001: 10-15) menyarankan:

(1) Tujuan yang pada awalnya dipasang sering lebih cepat tercapai, sehingga perlu ditetapkan tujuan yang lebih manantang dan memotivasi pengembangan lebih lanjut. Contohnya: tujuan yang paling “dangkal” yang menyebutkan setiap instansi mempunyai situs web akan segera tercapai dalam waktu singkat. Bila tujuan dirumuskan untuk jangka panjang, maka perlu rumusan sasaran-sasaran atau tujuan antara.

(2) Agar cepat mencapai keunggulan, e-government perlu dikembangkaan dengan strategi “berpikir besar, mulai dengan yang kecil, dan ditingkatkan secara cepat” (thinking big, starting small and scaling fast).

B.4. Pengembangan lebih lanjut e-government menjadi e-governance:

Dalam pengembangan e-government, kita perlu mempertimbangkan bahwa e-government dapat dikembangkan lebih lanjut dan lebih luas ke e-governance.
Menurut Heeks (2001a: 2), e -governance diartikan sebagai pemanfaatan ICT untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Lebih lanjut dijelaskan bahwa e -governance mencakup:

(1) e-Administration: untuk memperbaiki proses pemerintahan dengan menghemat beaya, dengan mengelola kinerja, dengan membangun koneksi strategis dalam pemerintah sendiri, dan dengan menciptakan pemberdayaan.

(2) e-Citizen & e-Services: menghubungkan warga masyarakat dengan Pemerintah dengan cara berbicara dengan warga dan mendukung akuntabilitas, dengan mendengarkan masyarakat dan mendukung demokrasi, dan dengan meningkatkan layanan publik.

(3) e-Society: membangun interaksi di luar pemerintah dengan bekerja secara lebih baik dengan pihak bisnis, dengan mengembangkan masyarakat, dengan membangun kerjasama dengan pemerintah, dan dengan membangun masyarakat madani.
Dalam hal ini, menurut Heeks (2001b: 3), terdapat 3 (tiga) cara potensial bagi pemerintah untuk berkembang, yaitu:

(1) Otomasi: Mengganti proses pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, penyampaian hasil atau informasi yang dilakukan oleh tenaga manusia dengan proses dengan teknologi komunikasi dan informasi. Misal: otomasi fungsi klerikal (tata usaha) yang ada.

(2) Informatisasi: mendukung proses yang kini dilakukan dengan tenaga manusia. Misal: pengambilan keputusan beserta pengkomunikasian dan implementasinya.

(3) Transformasi: menciptakan proses baru pengolahan informasi yang dijalankan dengan ICT atau mendukung proses baru pengolahan informasi yang dijalankan oleh tenaga manusia. E-government dalam jangka panjang akan merubah cara kerja pemerintah, menggeser cara kerja tradisional dengan cara kerja elektronis yang lebih efisien dan efektif.
Dengan ketiga cara tersebut diharapkan pemerintahan dapat lebih efisien, dalam arti dapat lebih murah, dapat berbuat lebih banyak, dan dapat bekerja lebih cepat. Selain itu, pemerintahan diharapkan dapat lebih efektif, dalam arti: dapat bekerja lebih baik dan inovatif.

B.5. Pengembangan E-Government perlu mempunyai Visi/Tujuan dan Strategi yang jelas dan terkait dengan Pembangunan Daerah:

Pengembangan e-government perlu disesuaikan dengan visi, misi, strategi dan program pembangunan wilayahnya, atau dengan kata lain pengembangan e-government perlu mempunyai tujuan dan agenda yang jelas. Misal dengan tantangan global (seperti memasuki era Pasar Bebas Asean, dst) dan kebutuhan untuk menarik investor maupun wisatawan maka pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pengembangan e-government di daerahnya masing-masing.

Sebagai contoh: Visi e-government Singapura: “To be a leading e-Government to better serve the nation in the Digital Economy”, dengan program strateginya meliputi: “(1) knowledge-based workplace, (2) electronic service delivery, (3) technology experimentation, (4) operational efficiency improvement, (5) adaptive and robust infocomm infrastructure, and (6) infocomm education” (Swee & Virginia, 2002).

Tanpa masuk ke teknologi e-government, pemerintahan daerah kita akan terisolasi dan tertinggal dalam dunia dengan pembedaan digital (digital divide). Selain itu, revolusi informasi yang didukung dengan pesatnya perkembangan ICT juga telah terjadi di luar bidang pemerintahan, yaitu antara lain dalam bentuk: e-banking, e-commerce, distance education, dan sebagainya.

Dengan demikian kesesuaian visi dan strategi pengembangan E-Government Pemda dengan visi dan strategi Pengembangan Daerah menjadi sangat menentukan. Seperti tertera dalam Propeda suatu daerah, misalnya visi pembangunan daerah tersebut mengarah pada pembangunan daerah sebagai pusat pendidikan, pusat budaya, dan daerah tujuan wisata.

Strategi pembangunan daerah tersebut dalam jangka menengah meliputi empat butir, yaitu: (1) menanggulangi pengangguran dan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat miskin, (2) menyiapkan perangkat lunak dan perangkat keras serta aparatur pemerintah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, (3) menjamin kehandalan ketahanan pangan yang merata kepada segenap masyarakat di suatu daerah, dan (4) mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana, baik bersifat fisik maupun nonfisik yg terencana dengan baik.
Terkait dengan visi dan strategi pembangunan daerah tersebut maka e -government di Pemda tersebut perlu mempunyai visi (misalnya): “unggul dalam layanan publik dalam mendukung pewujudan daerah tersebut sebagai pusat pendidikan, pusat budaya, dan daerah tujuan wisata disamping mampu melayani warganya dengan baik, menarik investasi dan mendorong penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan kerjasama antar wilayah dan antar lembaga pemerintah”.

Berdasar visi tersebut dapat dirumuskan pengguna e-government terdiri dari: (i) warga masyarakat secara umum, (ii) pelajar, mahasiswa dan pihak-pihak terkait dengan pendidikan, (iii) budayawan dan pihak-pihak yang terkait, (iv) wisatawan, calon wisatawan, dan pihak-pihak terkait, (v) calon investor, (vii) dunia usaha dan industri, dan (vii) lembaga-lembaga pemerintah.

Ketujuh macam pengguna ini dapat mewarnai rancangan “e-Citizen Portal” Pemda, dalam arti pada layar pertama terdapat tujuh tombol yang dapat dipilih sesuai dengan macam pengguna. Selanjutnya, tiap macam pengguna dilayani sesuai kebutuhannya masing-masing tanpa mereka perlu tahu cara kerja pemerintah dalam melayani mereka; dengan kata lain pengguna menghadapi Pemerintah sebagai “holistik” (tanpa perlu tahu nama instansi yang melayaninya).

B.6. Tingkatan Layanan atau Tahapan Pengembangan E-Government :

Pengembangan e-government dapat dilakukan dalam beberapa tahap atau tingkatan. Secara umum ada tiga tahapan pengembangan layanan e-government, sebagai berikut:

Tahap I : Menerbitkan Informasi tentang diri sendiri bagi kepentingan warga dan kalangan bisnis (lewat website) dan juga menyediakan fasilitas komunikasi dua arah (e-government dikembangkan sebagai internally-networked public-service provider) .

Tahap II : Aplikasi Intranet yang memungkinkan data dapat dikumpulkan (online), diolah, dan disebarluaskan dalam bentuk baru (agar lebih efisien); meskipun sebagian proses pemberian servis tetap secara offline, publik dapat memantau kinerja secara online (e-government dikembangkan menjadi externally-networked public-service provider).

Tahap III : Aplikasi Extranet yang memungkinkan warga wilayah dapat mengisi blanko aplikasi secara online (lewat internet) atau searah dengan lompatan ke externally-networked economic development oriented.

Berkaitan dengan pembangunan daerah, diusulkan tahapan pengembangan, sebagai berikut:

a.“Sekedar menjalankan kewajiban” sebagai penyedia layanan publik, tapi sudah mulai dilewatkan jaringan komputer (LAN/WAN).

b.Penyediaan layanan publik dilewatkan internet (dapat diakses dari manapun).
1)PUBLIKASI: layanan penyediaan informasi utk pengguna.
2)INTERAKSI: layanan pencarian dan pengambilan informasi berdasar kriteria dari pengguna.
3)TRANSAKSI: layanan pencarian informasi, pembelian produk dan pengisian formulir utk diproses (misal: mengisi dan membayar pajak).

c.Menuju layanan yg berorientasi pada pembangunan ekonomi nasional jangka panjang (layanan pada kalangan bisnis, pemasok, dan lembaga pemerintah lainnya)—layanannya dilewatkan LAN/WAN; belum semuanya lewat internet (ekstranet).

d.Berorientasi ke pembangunan ekonomi jangka panjang dan semua layanannya lewat internet (ekstranet).

Pembangunan e-government di daerah-daerah sebetulnya telah diawali dengan pembangunan berbagai sistem informasi di beberapa instansi perangkat daerah/lembaga teknis daerah serta tersedianya pusat layanan satu atap. Keadaan ini tinggal dikembangkan lebih lanjut dengan membangun kerangka besar pengembangan jaringan kerja internal (“berfikir besar”) dan membangun tiap sistem informasi yang diperlukan serta perangkat jaringannya.

Pendekatan “layanan satu atap” perlu tetap dipegang dalam layanan tahap pertama ini, dalam arti pengguna jasa tidak perlu tahu lokasi asal dan cara kerja layanan itu diberikan; yang perlu diketahui: pengguna datang ke pusat layanan satu atap dan mendapat layanan sesuai jenis layanan yang diperlukan (bukan sesuai nama instansi).

Tahap berikutnya akan mudah dilakukan dengan meluasnya prasarana jaringan komunikasi data di masa depan (ini perlu didukung dengan perencanaan) karena pengembangan e-government pada masing-masing pemda perlu segera diwujudkan guna mendukung pengembangan perekonomian daerah.

B.7. Persiapan Persyaratan Keberhasilan E-Government di Pemerintahan Daerah:

Mengacu persyaratan yang dijelaskan oleh Heeks (2001b: 17-19), kesiapan menuju keberhasilan e-government berkaitan dengan: (i) infrastruktur sistem data, (ii) infrastruktur legal/hukum, (iii) infrastruktur kelembagaan, (iv) infrastruktur SDM, (v) infrastruktur teknologi, dan (vi) kepemimpinan dan pemikiran strategis.

Dari 6 (enam) persyaratan tersebut, kita dapat berfokus pada empat daripadanya, yaitu:

(1) Infrastruktur legal/hukum: perlu ada perangkat hukum untuk menangkal kejahatan digital, serta melindungi privasi, sekuriti data/informasi, dan transaksi digital perorangan, perusahaan dan lembaga pemerintah.

(2) Infrastruktur kelembagaan: e-government tidak hanya terbatas pada publikasi informasi, maka suatu instansi layanan informasi daerah tidaklah cukup dan instansi tersebut nantinya perlu dikembangkan menjadi suatu instansi yang menangani e-government dalam tingkatan yang juga memberi layanan transaksi digital.

(3) Infrastruktur SDM: sistem kepegawaian perlu dapat dikembangkan agar mampu menarik SDM berkualitas profesional dalam bidang ICT untuk ikut berkiprah dalam e-government milik pemerintah.

(4) Infrastruktur teknologi: meskipun teknologi yang diperlukan relatif mahal, tapi peluang kerjasama dengan swasta perlu dikembangkan dalam membangun infrastruktur teknologi untuk mendukung e–government.

C. PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT DEPARTEMEN DALAM NEGERI

C.1. Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah:


Tugas yang dilakukan Departemen Dalam Negeri kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah (terkait dengan urusan pemerintahan umum, pembangunan daerah, pemberdayaan masyarakat dan desa, administrasi keuangan daerah, administrasi kependudukan, serta kesatuan bangsa dan politik) antara lain adalah “Pembinaan dan Pengawasan”. Sesuai bunyi pasal 217 dan pasal 218 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, meliputi :
1. Koordinasi Pemerintah antar Susunan Pemerintahan;
2. Pemberian Pedoman dan Standar Pelaksanaan Urusan Pemerintahan;
3. Pemberian Bimbingan, Supervisi dan Konsultasi Pelaksanaan Urusan Pemerintahan;
4. Pendidikan dan Pelatihan;
5. Perencanaan, Penelitian & Pengembangan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Urusan Pemerintahan.

Untuk pelayanan publik, penyelenggaraannya berada pada masing-masing pemda, namun kebijakan dan standarisasi difasilitasi/dikoordinasikan penyelenggaraannya oleh Departemen Dalam Negeri sebagai sarana pembinaan dan pengawasan.

C.2. Permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan otonomi daerah:

1. Administrasi Kependudukan (Single Identity Number) dan Pelayanan Publik (Reformasi Birokrasi) ;
2. Dinamika Penyelenggaraan Pilkada Langsung ;
3. Pemilu 2009 , Partai Politik Lokal dan Pendidikan Politik untuk Konstituen ;
4. Konflik, Dinamika - Stabilisasi Politik serta Ancaman Disintegrasi Bangsa (NKRI) ;
5. Wawasan Kebangsaan dalam Perspektif Lokal; dan Kehidupan Berdemokrasi ;
6. Penyiapan Rencana Induk Penanganan Wilayah Perbatasan Antar Negara ;
7. Penanganan Batas Wilayah (Antar Daerah dan Dengan Negara / Asing), Pulau Terluar serta Penamaan Pulau ;
8. Tindak Lanjut Pengaturan Kewenangan yang diotonomikan ke Daerah (Turunan dari UU. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) ;
9. Otonomi Khusus, yaitu terkait dengan dinamika pengelolaan Dana Otsus Papua; Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasca UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; DI.Yogyakarta; DKI-Jakarta;
10. Pemekaran Daerah; Pertumbuhan Wilayah berciri Perkotaan kurang terfasilitasi;
11. Pembangunan Kawasan Ekonomi dan Komoditas Unggulan Daerah;
12. Eksploitasi Sumberdaya Alam yang merusak Lingkungan/ merugikan Masyarakat;
13. Kewenangan Penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan ;
14. Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
15. Penanggulangan Bencana;
16. Pengentasan Kemiskinan dan Bantuan Langsung Tunai;
17. Kenaikan BBM dan pengaruhnya kepada Daya Beli Masyarakat;
18. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat ;
19. Otonomi Desa; Perangkat Desa dan Kelurahan, Kelembagaan Desa, BUMDes ; Alokasi Dana Desa; Komoditias Unggulan Desa, dll;
20. Hubungan Eksekutif dengan Legislatif ;
21. Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah ;
22. Keuangan Daerah (Mekanisme Pengusulan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban);
23. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) dari Sektoral kepada Daerah;
24. Anggaran Berbasis Kinerja dan LAKIP;
25. Investasi Daerah, BUMD dan Kerjasama Antar Daerah, dst.

C.3. Sistem Informasi dan Website yang telah ada :

Sistem Informasi dan database yang sudah ada, meliputi : Siskomdagri, SIM-Kepegawaian, SIM-Bangda/Potensi Daerah, SIAK, SIM-Bina Keuangan Daerah, dst. Sementara Website yang telah terbangun, mulai dari www.depdagri. go.id dan telah diikuti hampir oleh semua komponen unit kerja eselon-1., namun untuk penyelenggaraan surat elektronik, dirasakan belum efektif dan belum membudaya di antara para pejabat/pegawai.

Permasalahan penting adalah pada kelemahan infrastruktur jaringan komunikasi data yang ada, budaya penggunaan ICT, serta belum efektifnya upaya memaduserasikan sistem transaksi dan pertukaran data-informasi (baik dari sumber data dasar, maupun antar komponen) serta masih lemahnya pengembangan sistem yang terpadu dan holistik.

Untuk memantapkan dan mengembangkan e-government yang ada di lingkungan Departemen Dalam Negeri, setidaknya perlu dikaji ulang visi dan strategi pendayagunaan ICT dalam konteks sistem informasi dan website yang ada terhadap visi dan strategi/kebijakan Departemen Dalam Negeri dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah untuk selanjutnya dilakukan pembenahan melalui tahapan teknis (“engineering”) yang benar untuk menghindari “over investment atau under investment”.

C.4. Langkah-langkah Stratejik yang Diperlukan :

Langkah-langkah penting yang harus dilakukan :

1. Inventarisasi dan identifikasi terhadap semua Sistem Informasi dan Database System yang telah ada di masing-masing komponen Departemen Dalam Negeri (bila diperlukan, juga diinventarisasi dan diidentifikasi pemda-pemda, tapi itu bisa setelah internal Departemen Dalam Negeri selesai dan berfungsi baik).

2. Inventarisasi dan identifikasi serta merancang kebutuhan data-informasi Menteri Dalam Negeri dan Sekretaris Jenderal untuk menjalankan misi (tugas pokok dan fungsi) sebagai ”top management” di lingkungan Departemen Dalam Negeri.

3. Inventarisasi dan merumuskan permasalahan stratejik dan teknis untuk mewujudkan kondisi ideal Butir 2.

4. Merancang Sistem Informasi Eksekutif Departemen Dalam Negeri dengan menata sistem yang sudah ada di Pusdatinkom dan memanfaatkan semua Sistem Informasi dan Database System yang telah ada di masing-masing komponen dengan mengusulkan kegiatan-kegiatan pembenahan yang benar-benar diperlukan dan dapat diterima serta didukung pimpinan sebagai program kegiatan stratejik, dalam arti mampu memfasilitasi pasokan data – informasi yang efektif dan efisien (”valid and reliable”, terjamin kekiniannya – ”updated’ dan kelangsungannya, aman-”secure” dan nyaman-”convinience”).

Produk langkah Butir 1, 2 dan 3 disebut sebagai ”Road Map” Sistem Informasi dan Komunikasi Departemen Dalam Negeri.

Produk langkah Butir 4. inilah yang disebut sebagai ”Blue Print” Sistem Informasi dan Komunikasi Departemen Dalam Negeri, yang akan berisi :
a. Arsitektur data-informasi (jenis, sumber, alur dan waktu);
b. Arsitektur teknologi informasi dan komunikasi; dan dilengkapi dengan
c. Framework of InformationTechnology Infrastructure Library.

D. PENUTUP

1. Kebutuhan untuk merevitalisasi Sistem Informasi dan Komunikasi Depatemen Dalam Negeri (dan daerah-daerah) sangat dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusia dalam memahami komponen teknologi informasi dan komunikasi, seperti perangkat keras dan perangkat lunak komputer; sistem jaringan baik berupa LAN ataupun WAN dan sistem telekomunikasi yang akan digunakan untuk mentransfer data. Kebutuhan akan tenaga yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi (ICT) masih terus meningkat.

2. Diperlukan suatu kerangka teknologi informasi nasional (‘blue print”) untuk e-government di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bertumpu pada pelayanan, perlindungan, dan pembangunan menunuju pemberdayaan masyarakat dengan menyediakan fasilitas akses terhadap informasi kepada masyarakat luas secara adil dan merata, serta dapat meningkatkan koordinasi dan pendayagunaan informasi secara optimal, meningkatkan efisiensi dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, meningkatkan pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi, termasuk penerapan peraturan perundang-undangan yang mendukungnya; yang pada gilirannya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatan dan pengembangan teknologi informasi.

3.Sebagai penutup, perlu kita sadari bahwa kemajuan ICT sangat pesat dan sering tidak dapat diterka dengan tepat, sehingga visi atau tujuan yang kita rumuskan sering perlu selalu direvisi. Hal ini senada dengan tulisan Accenture (2001: 12) bahwa “government online is moving up the maturity curve, but still has a long way to travel”.


Daftar Pustaka:
1.Harvard Policy Group. 2000. Eight Imperatives for Leaders in a Networked World:Guideliness for the 2000 Election and Beyond. John F. Kennedy School of Government, Harvard University, Cambridge, MA (http://www.ksg.harvard.edu/ stratcom/hpg).
2. Heeks, Richard. 2001a. Building e -Governance for Development: A Framework for National and Donor Action. i-Government Working Paper Series, Paper No. 12, Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, Manchester, UK (http://www.man.ac.uk/idpm/idpm_dp.htm#ig).
3. Heeks, Richard. 2001b. Understanding e -Governance for Development. i-Government Working Paper Series, Paper No. 11, Institute for Development Policy and Management, University of Manchester, Manchester, UK (http://www.man.ac.uk/idpm/idpm_dp.htm#ig).
4. PIU UK. 2000. Electronic Government Services for the 21st Century. Performance and Innovation Unit, Cabinet Office, UK, London (http://www.cabinet-office.gov.uk/innovation).
5. Swee & Virginia. 2002. Competing and Collaborating in the Information Age. Institute of Systems Science, National University of Singapore, dalam presentasinya untuk Eisenhower Fellowship IT Executive Program, 20 Juni 2002 di Singapura.


Daftar Situs Web:
1. Accenture. 2001. e-Government Leadership: Rhetoric vs. Reality – Closing the Gap. , April 2001.
2. Bank Dunia. Juni 2002. E-Goverment: A Definition of E-Government. Diakses dari , tanggal 19 Juni 2002.

__________________________
Ditulis Oleh:
Ir. Mohammad Noval