Minggu, 13 Juli 2008

KEBERADAAN BADAN LITBANG DAERAH DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2007 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007



Oleh : Prof.DR. Ngadisah, MA.
(KEPALA BADAN LITBANG DEPDAGRI)
Disampaikan pada Acara :
Rapat Koordinasi Daerah (RAKORDA)
Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tengah
Palu, 19 Nopember 2007

Pendahuluan

Dipahami bersama bahwa realitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang berkembang secara dinamis sesuai tuntuntan perkembangan dan aspirasi masyarakat, secara langsung akan berdampak pada perubahan tatanan di berbagai aspek antara lain ekonomi, politik dan sosial budaya baik di tingkat regional maupun nasional. Dinamika perubahan tersebut tidak terlepas dari kendala dan permasalahan yang akan muncul dan memerlukan pemecahan secara tepat dan cepat. Semua itu diperlukan pengamatan, indikasi permasalahan, dan kebijakan serta kebajikan dalam menyikapinya. Hal demikian itu akan mendorong untuk selalu membiasakan berpikir secara sistematis dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Pada posisi inilah keberadaan peran dan fungsi penelitian sangat diperlukan, terutama dalam segenap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Pelibatan peran dan fungsi penelitian dan pengembangan dalam segala bidang merupakan hal yang mutlak dilakukan apabila bangsa kita memiliki keinginan kuat untuk merubah tatanan hidup bernegara secara lebih baik dan kondusif untuk mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Akan tetapi realitas dorongan dan upaya meningkatkan peran penelitian dan pengembangan yang ada saat ini, dinilai masih berproses secara lamban, baik secara fungsional maupun institusional.

Penelitian dan pengembangan dalam garis besarnya mempunyai dua arti penting yaitu penemuan (invention) dan pembaharuan (inovation). Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan dinikmati oleh umat manusia tidak terlepas dari peranan penelitian dan pengembangan tersebut. Sejalan dengan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai, dewasa ini telah terjadi pergeseran fokus manajemen dari O&M (Organization and Management) kepada R&D (Research and Development). Oleh sebab itu, peran penelitian dan pengembangan pada era dewasa ini sangat mutlak diperlukan, pada lembaga pemerintah maupun swasta.

Dalam kaitan tersebut peran penelitian dan pengembangan pada institusi pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah sudah sepatutnya didorong menjadi bagian penting turut mewarnai perumusan kebijakan, agar kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk program-program pembangunan, peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat mampu meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan percepatan otonomi daerah.

Hal tersebut menjadi penting karena dalam menyelenggarakan kebijakan dan strategi dituntut untuk dapat menampung aspirasi masyarakat, yang utamanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat yang sejahtera, berkehidupan yang demokratis dengan nilai-nilai dasar hak asasi manusia (HAM) yang terjamin perlindungannya.

Dengan demikian mengedepankan peran dan fungsi kelembagaan penelitian dan pengembangan di segenap tingkatan Pemerintah Daerah, merupakan satu langkah yang tepat untuk memanfaatkan peluang dalam membangun kapasitas lembaga penelitian dan pengembangan menjadi lembaga yang berwibawa.

Fungsi Strategis Penelitian dan Pengembangan Dalam Penetapan Kebijakan Daerah

Menghadapi permasalahan yang timbul sebagai implikasi penerapan otonomi daerah, sesungguhnya memiliki dimensi yang luas dan bersifat komplikatif, khususnya menyangkut aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam kapasitas peran atau fungsinya, pada kenyataannya penyelenggara pemerintahan harus berada di tengah persoalan yang terjadi dan berkembang secara nasional dan di hampir semua daerah saat ini.

Peran Pemerintah harus mampu menjadi motivator dan fasilitator yang handal dalam upaya percepatan otonomi daerah, sekaligus menjadi mediator bagi kepentingan hajat hidup masyarakat secara luas. Ini semua tentunya dapat diwujudkan melalui suatu kearifan dalam perumusan langkah dan kebijakan yang secara berkualitas dapat menjadi payung dan tuntunan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di era otonomi daerah saat ini. Untuk dapat menghasilkan kebijakan yang berdaya guna dan berhasil guna, seyogianya didasarkan atas hasil-hasil litbang, karena tanpa didukung oleh hasil-hasil litbang kebijakan yang diambil sering tidak berusia lama dan mudah digoyang. Hal ini disinyalir penetapan kebijakan itu tidak didasarkan atas hasil-hasil penelitian maupun kajian.

Untuk itu kebijakan yang akan ditetapkan sepatutnya merupakan kebijakan yang telah didasari atas pertimbangan input yang rasional, matang dan akurat. Dengan demikian dalam proses perumusan kebijakan, peran litbang menjadi sangat penting dan merupakan bagian dalam manajerial penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Mengingat pentingnya hasil penelitian sebagai masukan dalam penyiapan kebijakan, maka ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Kualitas kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah dapat lebih ditingkatkan, bila dilengkapi dengan masukan dan rekomedasi dari hasil penelitian dan pengembangan yang terfokus dan teliti,
2. Hasil penelitian dan pengembangan dapat memperkuat landasan proses pengambilan kebijakan strategis dilingkungan pemerintah daerah melalui penelitian, masukan dan rekomendasi dari hasil penelitian dan pengembangan empiris yang relevan dengan kebutuhan setempat, dan
3. Melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, pelaksanaan otonomi daerah berikut kewenangannya yang ada dapat diwujudkan ke dalam suatu bentuk strategis dan arahan kebijakan yang mampu memicu kemampuan daerah secara mandiri.
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah memberikan kewenangan Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah (urusan wajib dan urusan pilihan) berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.

Lebih lanjut dalam Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Ayat (3) PP Nomor 38 Tahun 2007, menyebutkan urusan wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar mencakup 26 urusan. Sedangkan urusan pilihan yang secara nyata dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah berjumlah 8 urusan yang meliputi : kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, industri, perdagangan, dan ketransmigrasian.

Implikasi terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan menyusun kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Peran dan tanggungjawab pemerintah daerah sangat besar, oleh karena itu semakin besar tanggungjawab dan kewenangan membawa implikasi semakin banyak hal-hal yang dilakukan untuk mencari “pembenaran” yang rasional dan obyektif.
Hal ini dapat tercapai bila fungsi penelitian dan pengembangan dapat dikedepankan dan diperankan secara baik dalam manajerial penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pembenaran rasional dan obyektif melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang semakin diperlukan tersebut dalam implementasinya seyogiyanya mengikuti kaidah manajemen modern, antara lain sebagai berikut :
a. Accountability; Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih “accountable” kepada “stakeholders”. Kegiatan litbang yang berkualitas diperlukan untuk memberikan validasi dan legitimasi atas kebijakan Pemerintah Daerah.
b. Proactive; untuk menangkap peluang, mengindari ancaman, meningkatkan dan memanfaatkan kekuatan, serta mengeliminir kelemahan akan lebih terantisipasi dengan kegiatan penelitian dan pengembangan.
c. Value free; sudah menjadi kecenderungan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan akan kurang obyektif dan tidak bebas nilai dari kepentingan sipelaksana, jika dilaksanakan oleh organisasi pelaksana. Oleh karena itu agar lebih bebas nilai dan obyektif kegiatan penelitian dan pengembangan seyogyanya dilaksanakan lembaga tersendiri.
d. Comprehensive; kebijakan seyogyanya dipertimbangkan secara “comprehensive” atau bahkan dengan pelaksanaan oleh berbagai unit organisasi terkait secara terpadu dan terkoordinasi. Pertimbangan yang lengkap tersebut tidak melihat kepentingan “kotak-kotak organisasi” (borderless).

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, terciptanya kondisi yang memungkinkan berkembangnya peran atau fungsi penelitian dan pengembangan di daerah, diupayakan langkah-langkah penataan kelembagaannya, dan sumber daya manusia dan anggaran yang merupakan penunjang dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut.

Keberadaan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Dalam Organisasi Perangkat Daerah

Keberadaan Balitbangda yang tersebar di Provinsi dan Kabupaten berjumlah sebanyak 23 di Provinsi dan 45 Kabupaten/Kota. Dalam perkembangan lebih lanjut jumlahnya mengalami penurunan menjadi 21 di Provinsi dan 40 di Kabupaten/Kota. Penurunan jumlah Badan Litbang, baik pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, sesungguhnya bukan karena keberadaan Badan Litbang tidak penting, tetapi adanya kekecewaan terhadap hasil kerja yang kurang optimal karena keterbatasan internal Balitbang.

Penguatan keberadaan Balitbangda dapat merujuk pada peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang secara eksplisit terdapat dalam pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan sebagai berikut :
(1) Perangkat Daerah Provinsi terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.
(2) Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.

Selanjutnya dalam pasal 125 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) disebutkan bahwa :
(1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.
(2) Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
(3) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Dalam pasal 8 ayat (3) UU 18 Tahun 2002 Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Iptek, menyatakan lembaga litbang dapat berupa organisasi yang berdiri sendiri, atau bagian dari organisasi pemerintah daerah, bukan merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Pada tataran peran strategisnya amanat yang tersirat dalam UU No. 18 Tahun 2002 pasal 20 ayat (1) dan pasal 21 ayat (4) UU menyebutkan bahwa fungsi Pemerintah Daerah yaitu menumbuhkembangkan motivasi, memberikan simulasi dan fasilitasi serta menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan dan sinergi unsur kelembagaan, sumber daya, dan jaringan Iptek di wilayah pemerintahannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek. Dengan demikian keberadaan Badan Litbang di daerah sudah tepat dan perlu terus ditingkatkan kinerjanya.

Lebih lanjut dalam amanat yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, bahwa pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah) beserta DPRD, semata-mata ditujukan dalam rangka pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 32 Tahun 2004.

Pembinaan tersebut diperlukan seiring dengan keleluasaan/ kewenangan daerah untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan daerah. Dengan demikian pemerintah daerah harus mampu menghasilkan kebijakan-kebijakan daerah secara berkualitas, disinilah peran “Litbang” harus dikedepankan.

Ditinjau dari aspek legal, Pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai bentuk fasilitasi dan pembinaan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam konteks ini, institusi penelitian dan pengembangan Pemerintah (Departemen/LPND) dapat saja memberikan fasilitasi dan pembinaan kepada Balitbangda dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas-tugas penelitian dan pengembangan di daerah.

Keberadaan Balitbangda ditinjau dari PP Nomor 41 Tahun 2007

Lahirnya PP Nomor 41 Tahun 2007 menimbulkan multi tafsir terhadap kelangsungan keberadaan Badan Litbang Daerah, antara lain dalam penjelasan pasal 22 ayat (5) mencontohkan bahwa perumpunan urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan wajib dan fungsi pendukung yang dapat digabung dalam satu perangkat daerah berbentuk badan dan/atau kantor, misalnya urusan perencanaan pembangunan digabung dengan urusan penelitian dan pengembangan.

Penjelasan Pasal 22 ayat (5), ini sangat berpotensi melikuidasi Balitbangda dan digabungkan ke Bappeda, sementara kedua lembaga tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Baitbangda adalah fungsi pendukung semua unit kerja dan unsur pimpinan dalam pengambilan keputusan yang mempunya tugas-tugas spesifik dan dan Balitbangda bekerja secara profesional.

Terkait dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam bahwa: Penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi atas penyelenggaraan pemerintahan daerah harus mengacu pada pasal 2 ayat (1) huruf e yang meliputi kewenangan, kelembagaan, kepegawaian, keuangan, pengelolaan aset lembaga pemerintah non departemen, DPRD, pelayanan publik dan kebijakan daerah. Dengan acuan pasal 2 tersebut, penjelasan kebijakan daerah sangat membutuhkan rekomendasi dari Balitbangda. Dengan demikian Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 pasal 22 ayat (5) tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tersebut.

Disisi lain permasalahan implementasi PP Nomor 41 Tahun 2007 yang merupakan pedoman, arahan, dalam mendistribusikan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah ke dalam Unit-unit Kerja atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota serta untuk memetakan SKPD, ternyata keberadaan Balitbangda masih nampak kurang tegas eksistensinya untuk diwujudkan/ direalisasikan, apalagi dalam penjelasan pasal 22 ayat (5) yang menyebutkan pemisalan atau pencotohan penggabungan Bappeda dengan Balitbangda yang tidak serumpun, padahal seharusnya penggabungan didasarkan pada perumpunan urusan seperti yang disebutkan dalam pasal 22 ayat (5), bukan seperti pada pasal penjelasannya.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang sistem nasional penelitian dan pengembangan dan penerapan iptek (pasal 8 ayat (3) menyatakan bahwa lembaga litbang dapat berupa organisasi yang berdiri sendiri, atau bagian dari organisasi pemerintah daerah. Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat (1) menyatakan fungsi pemerintah daerah yaitu menumbuhkembangkan motivasi, memberikan simulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan dan sinergi unsur kelembagaan, sumber daya dan jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi di wilayah pemerintahanya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada pasal 21 ayat (1) mempertegas peran pemerintah daerah dalam mengembangkan instrumen kebijakan untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1). Kenyataannya pada PP 41 Tahun 2007 justru tidak mendukung arahan kebijakan UU 18 Tahun 2002 tersebut, sehingga hal ini akan menimbulkan kegamangan bagi Balitbangda yang sudah ada maupun bagi Pemerintah Daerah yang akan membentuk Balitbangda, yang akan mengarah pada penggabungan dengan unit kerja lain.

Mengingat Balitbangda merupakan salah satu unsur pendukung dan bersifat spesifik (UU 32/04 pasal 125 ayat 1 tersebut diatas) yang ditindaklanjuti dengan dengan PP 41 Tahun 2007 pasal 8 ayat (2) dan pasal 15 ayat (2) yang berbunyi lembaga teknis daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, maka sudah tepat dan sudah selayaknya Balitbangda dibentuk sebagai Badan yang berdiri sendiri.

Karena lahirnya PP 41 Tahun 2007 ternyata penjelasannya dalam pasal 22 ayat (5) tidak selaras dengan PP 79 Tahun 2005 maka agar selaras, pembentukan Balitbangda mengacu pada UU 18 Tahun 2002 pasal 8 ayat (3), serta pembinaan dan pengawasannya mengacu pada PP 79 Tahun 2005.

Dengan melihat dukungan pada UU 32 Tahun 2004 dan UU No. 18 Tahun 2002 walaupun dalam PP 41 Tahun 2007 tidak tegas dalam mempertahankan eksistensi litbang, seharusnya pemerintah daerah tidak usah ragu untuk tetap mempertahankan keberadaan Balitbangda. Disisi lain bagi pemerintah daerah yang belum membentuk Balitbangda agar segera membentuk Balitbangda karena tidak bertentangan dengan regulasi yang ada.

Terbitnya PP 41 Tahun 2007 memang sudah sangat tepat dalam rangka pembentukan Balitbangda karena:
1. Pasal 15 ayat (2) menyatakan dengan tegas lembaga teknis daerah mempunyai tugas melaksanakan tugas penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, salah satu pekerjaan yang bersifat spesifik berada pada Balitbangda.
2. Pasal 22 ayat (5) perumpunan urusan bappeda merupakan rumpun yang berbeda dengan Balitbangda, ironisnya pasal tersebut tidak sinkron dengan penjelasannya khususnya dalam ayat (5) yang menyebutkan pemisalan atau pencotohan penggabungan bappeda dengan Balitbangda yang tidak serumpun sehingga pembentukan Balitbangda tidak usah mengacu pada pasal penjelasan tetapi mengacu pada pasal induk.
3. Pasal 45 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pelaksanaan peraturan perundangundangan dan tugas pemerintahan umum lainnya, pemerintah daerah dapat membentuk lembaga lain sebagai bagian dari perangkat pemerintahan daerah, sehingga Balitbangda juga harus dibentuk menjadi salah satu LTD (lembaga lain yang juga merupakan bagian dari perangkat pemerintahan daerah) .
4. Pasal 49 dan pasal 50 ayat (1) dimaksud bahwa di lingkungan pemerintah daerah ditetapkan jabatan fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Balitbangda juga ada pejabat fungsional peneliti yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Keberadaan jabatan fungsional ini kedepan, sangat penting artinya dalam upaya rasonalisasi organisasi (pengurangan jabatan struktural

Peningkatan Peran dan Fungsi Balitbangda

1. Kebijakan Umum

Sebagai lembaga yang bertugas melaksanakan dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan penelitian dan pengembangan adalah merupakan legitimasi manajerial terhadap arti pentingnya aspek penelitian dan pengembangan sebagai proses awal dalam mendesain kebijakan publik dalam format penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang dinamis.

Mensikapi terhadap berbagai perangkat peraturan perundang-undangan terkait dengan bidang kelitbangan, hendaknya dapat ditindaklanjuti dengan penyiapan instrumen kebijakan sebagai penjabaran lebih lanjut dalam rangka mendudukkan fungsionalisasi kelembagaan litbang secara baik, yang pada gilirannya akan menciptakan fungsi manajerial sesuai dengan harapan dan keinginan atas kebijakan peraturan perundang-undangan tersebut. Untuk itu diperlukan persepsi dan kepentingan yang sama bagi seluruh instrumen lembaga kelitbangan baik di tingkat Pusat maupun Daerah dalam memberdayakan fungsi penelitian dan pengembangan.

Berkaitan dengan keberadaan, peran dan fungsi Balitbangda, maka perlu dirumuskan kebijakan umum dan berbagai program-program strategis di bidang penelitian dan pengembangan yang menjadi domain tugas pokok dan fungsinya. Kebijakan umum pada intinya untuk meningkatkan dan melakukan pembenahan kapasitas internal, yang dibarengi dengan kemampuan untuk meningkatkan koordinasi dengan stakeholder terkait, antara lain yaitu sebagai berikut :
a. Mendayagunakan seluruh hasil rekomendasi kegiatan penelitian agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam proses pengambilan kebijakan.
b. Mengembangkan kepekaan aparat lembaga litbang terhadap perkembangan kondisi dan lingkungan strategis dan bersifat aktual.
c. Menyusun berbagai langkah dalam rangka penggalangan kegiatan kerjasama penelitian dengan lembaga-lembaga penelitian lainnya.
d. Meningkatkan intensitas kegiatan koordinasi dengan unit kerja maupun lembaga-lembaga penelitian lainnya dalam rangka perencanaan program dan kegiatan penelitian dan pengembangan.
e. Memotivasi seluruh aparat lembaga litbang untuk membangun budaya kerja secara profesional, yang mampu mendorong peningkatan peran dan fungsi penelitian dan pengembangan.
f. Melengkapi fasilitas kerja (prasarana dan sarana kantor) guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, termasuk sarana dan prasarana.
g. Mendorong peningkatan kapasitas dan profesionalisme SDM Aparat melalui keikutsertaan dalam berbagai kesempatan diklat dan kursus struktural/ fungsional, serta kegiatan-kegiatan seminar, lokakarya, workshop dan sejenisnya.

Program-program strategis yang disusun diletakkan dalam kerangka waktu dan pentahapan yang jelas, yakni :
a. Dalam jangka pendek, berkaitan dengan transisional otonomi daerah, maka program-program strategis hendaknya diarahkan kepada kegiatan penelitian dan pengembangan yang strategis yang utamanya dalam mendukung kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah.
b. Dalam jangka menengah, berkaitan dengan proses pembangunan daerah, program-program strategis Badan Litbang Daerah diarahkan kepada beberapa kajian pembangunan seperti, memprediksi sasaran pencapaian indikator-indikator makro daerah, kajian aspek spasial berupa pengembangan wilayah secara terpadu (integrated regional development), dan ketiga, kajian aspek sektoral yang berupa prioritas sektor pembangunan yang mampu mengisi dan terintegrasi secara utuh dengan konsep spasialnya. Dokumen kajian pembangunan tersebut pada akhirnya merupakan panduan strategis bagi lembaga perencanaan dalam memformulasikan kedalam program pembangunan daerah secara bertahap, baik dalam kerangka lima tahunan (RPJM) maupun tahunan (RKPD).
c. Dalam jangka panjang, program-program strategis Badan Litbang Daerah diarahkan kepada tersusun dan tersedianya berbagai dokumen, perangkat (tools), dan informasi yang mampu mendukung pengembangan potensi daerah sekaligus mampu mengantisipasi berbagai problematika daerah dalam jangka panjang. Secara praktis, kebutuhan-kebutuhan pendukung tersebut adalah tersedianya berbagai standar, sistem dan regulasi, berbagai perangkat analisis, dan berbagai data dasar (baik numerik dan spasial) yang merupakan minimum requirement, yang notabene sangat diperlukan dalam mengelola daerah itu sendiri.

2. Upaya dan langkah-langkah
Memahami berbagai persoalan tentang keberadaan Balitbangda, maka seyogianya kita harus mampu memberikan pandangan secara jernih terhadap segala persoalan yang ada. Pada intinya kita harus kembali pada filosofi otonomi daerah yang telah memberikan peluang yang besar kepada Pemerintah Daerah dalam pengambilan keputusan strategis di Daerah, termasuk dalam hal pengaturan struktur organisasi di daerah.

Interpretasi yang mendalam terhadap makna tulisan ini diharapkan dapat merubah cara pandang atas keraguan keberadaan Balitbangda di era otonomi daerah saat ini.
Dalam kaitan tersebut, peran Pemerintah Daerah melalui dukungan politis-nya sangat diharapkan tidak hanya terbatas dalam pembentukan institusi Litbang saja, namun yang terpenting adalah bagaimana langkah-langkah pemberdayaan dan optimalisasi perannya, antara lain:
- Mendudukkan peran strategis Badan Litbang Daerah dalam organisasi dan mekanisme kerja pemerintah daerah secara luas, sehingga tidak terjadi duplikasi peran dan fungsi dengan unit-unit kerja lainnya di daerah;
- Agar dalam setiap Perda yang mengatur Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Daerah memuat secara jelas dan tegas tentang Tugas Pokok dan Fungsi serta Kewenangan Badan Litbang Daerah, yang menyatakan antara lain bahwa "Setiap Penyusunan Perda/Keputusan Kepala Daerah oleh Dinas/Badan Daerah sebelum ditetapkan, terlebih dahulu dilakukan Penelitian, Pengkajian, dan atau Pengembangan oleh Badan Litbang Daerah”.
- Untuk memenuhi kecukupan kualitas dan kuantitas SDM fungsional Peneliti yang sangat terbatas didaerah, maka diharapkan Kepala Daerah dapat mempersiapkan SDM dibidang Penelitian melalui penempatan Pegawai yang “concern” di bidang penelitian dan pengembangan, serta menguasai metodologi penelitian, dengan melakukan pendidikan dan pelatihan.
- Memahami masih minimnya dukungan anggaran untuk ketersediaan sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah, maka perlu ada dukungan dana/anggaran (minimal 1% dari APBD) yang sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang kegiatan penelitian melalui pengalokasian dana/anggaran minimal 1% dari APBD.

Satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa implementasi kebijakan lingkup penelitian dan pengembangan harus dilakukan secara sinergi dan terkoordinasi oleh seluruh unsur Litbang terkait mulai dari tingkat Pusat hingga ke Daerah. Kerjasama yang baik antar stakeholders ini diyakini akan sangat mempengaruhi arah kebijakan dan langkah-langkah implementasi pengembangan institusi Litbang Daerah ke depan.

PENUTUP

Beberapa kendala dan permasalahan yang terus mengemuka di lingkungan Pemerintah Daerah berkenaan dengan keberadaan Balitbangda, perlu terus diupayakan untuk melakukan suatu peninjauan lebih dekat lagi terhadap pemikiran yang masih menjadi perhatian yaitu sebagai berikut:
a. Penguatan keberadaan yang jelas (Strong Eksistanced Need): Keberadaan Balitbangda dapat berperan dan berfungsi secara jelas dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai koordinator dan pelaksanaan kegiatan kelitbangan di lingkungan Pemerintah Daerah dan dapat menunjang tugas-tugas unit kerja/instansi di lingkungan Pemerintah Daerah sebagai pemberi masukan dalam penyusunan kebijakan daerah.
b. Nilai Tambah: Akan ada nilai tambah (value-added) dari sebuah sistem manajemen pelayanan publik dalam pemberian masukan kebijakan bagi pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
c. Keberlanjutan (Sustainability): peran Balitbangda agar terus dipertahankan sebagiamana unit kerja/instansi/LTD yang lainnya baik pendanaan, dukungan teknis dan lain sebagainya.
d. Penerimaan dan Status: Pemerintah Daerah memerlukan Balitbangda, dan yang sudah terbentuk agar diakui keberadaannya dan sebagai mitra kerja, serta diperankan secara optimal, sehingga dengan cara demikian Balitbangda dapat dengan mudah memperoleh akses terhadap kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggungjawab dan kewenangannya.
e. Ketersediaan (Availability): Untuk tugas-tugas yang menjadi kewenangannya, Balitbangda yang telah dibentuk di beberapa Provinsi dan Kab/Kota itu dapat membantu secara maksimal dengan dukungan Sumber Daya Manusia yang handal dan berkualitas beserta perangkatnya.
f. Tumpang-tindih (Overlap): Hindari kewenangan-kewenangn/bidang tugas Balitbangda yang tumpang-tindih dengan kewenangan atau tugas-tugas dari unit kerja/instansi/LTD di lingkungan pemerintah daerah.

Bila hal-hal tersebut di atas, sudah teratasi dengan baik, maka eksistensi Balitbangda akan dapat terwujud, sehingga persoalan yang selalu menjadikan suatu kegamangan yang dapat berdampak pada penurunan kinerja Balitbangda dapat teratasi dan keberadaanya tidak perlu dipersoalkan lagi.

Oleh karena itu, kita hendaknya sepakat dan membangun sebuat komitmen bersama yang konsisten di jajaran Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu mencoba untuk merekomendasikan suatu langkah yang khusus untuk penguatan dan upaya pemberdayaan Balitbangda. Disamping perlu dilakukan sebuah pendekatan yang konseptual guna menindaklanjuti lebih jauh lagi dalam upaya pemberdayaan Balitbangda pada saat ini dan yang akan datang.

Membangun kapasitas lembaga penelitian dan pengembangan merupakan upaya yang harus terus-menerus dilakukan dalam melaksanakan fungsi-fungsi secara tepat guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu bentuk-bentuk forum koordinasi seperti ini sangat tepat untuk mengangkat peran pentingnya lembaga penelitian dan pengembangan di daerah, utamanya untuk meningkatkan performa lembaga litbang menjadi lembaga yang “berwibawa”.

Demikian paparan ini, dengan harapan dapat menambah pemahaman dalam forum Rakorda Penelitian dan Pengembangan kali ini, khususnya dalam merumuskan langkah-langkah pemberdayaan institusi penelitian dan pengembangan di Provinsi Sulawesi Tengah yang akan datang.

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DEPARTEMEN DALAM NEGERI

Tidak ada komentar: